بسم الله الرحمن الرحيم

Minggu, 07 Desember 2008

Hidup dan Sepak bola

HIDUP DAN SEPAK BOLA
Oleh: Daden Robi Rahman


Jutaan pasang mata menyaksikan pertandingan sepak bola dunia. Fenomena ini bergulir setiap empat tahun sekali. Tetapi, suguhan media TV yang menayangkan berbagai liga di dunia, baik liga Italia, Ingris, Spanyol, Jerman, dan yang lainnya, tidak menyurutkan jumlah penonton yang menyaksikan pertandingan olahraga tersebut, terlebih di Indonesia.

Lebih dari empat puluh ribu penonton memadati stadion Gelora Bung Karno yang hanya berkapasitas empat puluh ribu tempat duduk dalam setiap laga pertandingan sepak bola di Indonesia, apalagi kalau pada laga final jarum super atau liga Indonesia. Lebih dahsyat dari itu, stadion Bernabou Spanyol kandangnya klub kenamaan Spanyol Real Madrid ataupun stadion Old Trapord kandang setan merah Manchester United (MU) Inggris yang mempunyai kapasitas jauh lebih banyak dari gelora bung Karno, tidak menjadi sepi dari penuhnya para supporter dan pecinta bola yang memadati stadion tersebut.

Yang tidak punya kesempatan nonton langsung di lapangan hijau pun tidak ketinggalan untuk menyaksikan pertandingan kesebelasan favoritnya. Meskipun harus mengorbankan waktu tidurnya di tengah malam karena biasanya pertandingan langsung di stasiun televisi tayang sekitar jam 1 atau 2 malam.

Sepakbola sebagai representasi olahraga yang paling disenangi, patut ditafakuri, diambil hikmah, dan dijadikan bahan perenungan untuk mendekatkan hamba kepada Tuhan-Nya.

Dalam ilmu antropologi manusia di sebut juga dengan homodudent yang berarti makhluk bermain. Manusia terlahir untuk bermain, bukan untuk main-main, apalagi dipermainkan. Allah berfirman,

"Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali permainan belaka".( al-An'am:32)

Tidak salah kalau Ahmad Albar dalam lagunya melantunkan, 'dunia ini panggung sandiwara'. Setiap orang memainkan perannya masing-masing. Ada yang jadi presiden, anggota DPR, tentara, petani, jadi suami, istri, majikan, pembantu, dan lainnya. Semuanya mesti diterima sebagai given yang tak terbantahkan untuk diingkari.

Maka wajar kalau banyak manusia menyukai sepak bola, karena sepak bola merupakan jenis konkrit dari sebuah permainan. Permainan yang menyuguhkan penampilan, intrik, emosi, dan gambaran kehidupan lainnya. Maka antara hidup dan sepak bola merupakan dua hal yang sarat berkait.

Beberapa unsur yang ada dalam sepakbola seperti pemain, bola, wasit, penonton, dan lain sebagainya menarik untuk kita kaji sebagai analogi hidup.
Pemain
Seorang pemain dituntut untuk bermain ketika sudah memasuki lapangan dan peluit tanda dimulai ditiup wasit. Beberapa hal yang mesti diperhatikan pemain sepakbola. Pertama, mengetahui aturan main sepakbola seperti menendang bola, menyundul, stop dada dan lainnya tanpa menggunakan tangan. Tanpa mengetahui aturan ini, katakanlah dia malah membawa atau memukul bola dengan tangan, tidaklah dikatakan dia sedang bermain, tetapi justru main-main. Begitupun dengan hidup, ketika memasuki lapangan dunia, kita dituntut bermain dalam bentuk penghambaan kepada Allah swt (baca: ibadah) dengan syarat mutlak tahu aturan Allah dalam hidup.

"Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah (bermain)."(Adz-Dzariyat:56)

Maka menjadi keniscayaan seorang Muslim untuk mencari ilmu, terlebih ilmu agama. Tanpa mengetahui aturan hidup, dia akan dipermainkan kehidupan, bukan memainkan kehidupan. Bukan mendapat pahala, malah justru mendapat siksa. Cape bekerja tanpa upah berharga. Rasul bersabda,

"Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah dan contoh dari kami, maka amalan tersebut tertolak."

Kedua, seorang pemain dituntut bermain seindah mungkin supaya mendapat kepercayaan teman sekawan, disegani lawan, dan pujian penonton. Hidup dengan ibadah yang shahihah akan menuai pahala dari Allah swt, kepercayaan sesama, kharisma dan pujian di tengah masyarakat. Allah berfirman,

"(Allah) yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kalian yang paling bagus amalnya (mainnya)."(Al-Mulk:2)

Ketiga, mengetahui siapa kawan, siapa lawan. 22 pemain di lapangan, bukan kawan semuanya, bukan lawan seluruhnya. Hanya sebelas yang menjadi kawan kita, selebihnya ingin menghancurkan gawang kita. Pengetahuan kawan lawan, akan mengkondisikan sistematisnya penyerangan dalam melumpuhkan lawan. Dalam hidup ada ikhwan (kawan), ada 'aduwwan (musuh). Firman Allah swt.,

"Muhamad rasul Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap lemah lembut kepada orang-orang yang beriman dan bersikap keras kepada orang-orang kafir."(Al-Fath:29)

Sesama kawan saling bantu menggolkan gawang lawan, menggentarkan musuh untuk meninggikan kalimat Allah.,

"Dan tolong menolonglah kalian dalam jalan kebaikan dan taqwa serta janganlah kalian tolong menolong dalam jalan dosa dan permusuhan." (Al-Maidah:2)
Keempat, sabar dan tenang. Pemain yang buruk akan mendapat teguran teman sekawan, dipermainkan lawan, dan dicemooh penonton. Pemain yang bagus akan mendapat pujian. Tetapi sebagus-bagusnya pemain dunia, seperti Zineddin Zidane tetap saja kritikan teman, lawan, penonton, apalagi komentator akan terus datang.

Luqmanul Hakim ketika mengajak anaknya melakukan perjalanan, beliau membawa kuda. Ketika melewati sebuah kampung, Luqman naik di atas kuda dan anaknya dibawah menuntun kuda. Sontak ada penduduk kampung berteriak, 'orang tua macam apa anda ini, kok anda enak-enakan di atas kuda, anak anda yang lemah menuntun kuda'. Seketika Luqman menyuruh anaknya naik ke atas kuda dan dia pun menuntunnya. Melewati kampung kedua, seorang warga berkata, 'anak macam apa yang tidak menghormati orang tuanya, dia enak duduk diatas kuda, bapaknya terhina menuntun kuda'. Bergegas kembali Luqman merubah posisinya dengan menyuruh anaknya duduk berdua bersama diatas kudanya. Kampung ketiga dilewatinya, tiba-tiba warga kampung bareng-bareng memaki mereka berdua, 'woi..kasihan tuh kuda, udah kecil, lemah, malah ditunggangi bareng-bareng. Dasar manusia tidak berperikebinatangan'. Keempat kalinya Luqman berpikir, lalu diputuskan untuk menyuruh anaknya turun dan sama-sama menuntun kudanya. Kapung keempat sudah dekat kelihatan, teriakan pun begitu jelas terdengar dari orang-orang kampung itu, 'dasar manusia bodoh, tidak punya otak. Ngapain bawa kuda kalau gak ditunggangi'. Luqman pun menghela nafas. Akhirnya Luqman mengajak anaknya duduk dan memberikan pelajaran hikmah dari perjalanannya. Intinya, dalam hidup seburuk dan sebaik apapun kita, akan tetap mendapat penilaian beragam dari orang-orang. Dipuji, dicela, disanjung, dan dicemooh adalah realita kehidupan yang akan dijalani. Allah berfirman,

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan" (al-Anbiya': 35)

Rasul bersabda,

"Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar akan celaan mereka, lebih tinggi derajatnya dari mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak pula sabar dari celaan mereka." (HR. Tirmidzi)

Bola
Kulit bundar yang selalu dipermainkan, ditendang, disundul, dibuang sana, buang sini menjadi karakter tersendiri dari sebuah bola. Kenyataan yang dialami bola sungguh tidak nyaman. Manusia pun mungkin ada yang selalu dipermainkan orang, dilecehkan, dihina, dan direndahkan. Banyak alasan yang menyebabkan hal itu, bisa kurangnya harta, rendahnya kedudukan, dan yang paling penting kurangnya iman dan ilmu. Allah berfirman,

"Dan janganlah kamu merasa hina dan sedih karena kamu adalah orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman."(Ali Imran: 139).
"Allah akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang mempunyai ilmu."(AL-Mujadilah: 11).

Penonton
Adalah orang-orang yang berada di luar lapangan yang memberi semangat kepada tim kesayangannya, tetapi kadang mengkritiknya bahkan memaki dan menjelek-jelekkan pemain maupun wasit yang tidak sepaham dan turut keinginannya walaupun dia sendiri tidak bermain dan tidak bisa bermain. Karakter inipun kadang kadang bahkan banyak diminati dan dimiliki manusia dalam hidupnya. Dia hanya bisa berteriak menyuruh dan menasehati, tetapi dia sendiri tidak melakukannya. Karakter penonton seperti ini sangat dibenci Allah,

"Sangatlah di benci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (As-Shaff: 3).

Pemain, bola, dan penonton menjadi analogi menarik dalam kehidupan manusia. Karena hidup tak lepas dari orang yang bermain, dipermainkan, dan hanya main-main saja. Jadi bahan renungan, saat ini dimana kita sedang memainkan peran. Apakah sebagai pemain, bola, atau penonton.

Yang jelas, mumpung waktu masih tersisa, walau tak tahu kapan tiba. Usaha perlu dilakukan sekuat tenaga. Karena seperti ungkapan Ali bin Abi Thalib, 'barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dia adalah orang celaka. Hari ini sama dengan hari kemarin, dia orang yang rugi. Hari ini yang lebih baik dari hari kemarin, dialah orang yang beruntung berbahagia'.

Waktu dalam main bola hanya 2x45 menit. Hidup pun terbatas waktu. Bahkan lebih rumit dari sepakbola, hidup tak kita ketahui kapan akan berakhir. Waspadalah...waspadalah...

0 komentar: